Pada hari Rabu tanggal 21 Agustus 2013, sepulang dari SSDK
(Strategi Sukses di Kampus), Kelompok 130 berkumpul semua di rumah Dito di
Cisitu. Di sana, selain ber-hahahehe dan saling mengenal satu sama lain dengan
lebih akrab, kami juga diberikan materi oleh para kak taplok, yaitu Pola Pikir
K3. Yang dimaksud dengan K3 di sini adalah Kritis, Kreatif, dan
Konstruktif--ketiga sifat yang diharapkan bisa dimiliki semua siswa ITB dalam
menganalisis suatu masalah.
Kritis berarti kita memperhatikan lingkungan di sekitar kita
dan bisa menganalisis masalah-masalah yang terdapat di dalamnya, beserta dengan
penyebab dan akibat yang ditimbulkan masalah tersebut. Mahasiswa yang kritis
tidak menerima segala hal dengan mentah-mentah, tetapi mereka melihat apa yang
sebaiknya diubah dan diperbaiki darinya.
Kreatif adalah kemampuan untuk berpikir “out of the box” dan
keinginan untuk berkarya. Kreativitas datang dari daya imajinasi yang kuat dan
pemikiran yang luas, dan sifat ini sangat diperlukan untuk bisa berinovasi atau
menciptakan hal-hal serta solusi-solusi yang sebelumnya tidak terpikirkan.
Konstruktif artinya membangun atau memperbaiki. Sikap
konstruktif dapat diaplikasikan pada semua sifat kita yang lain, sehingga
sifat-sifat yang baik dibangun menjadi makin baik dan sifat-sifat yang buruk
dapat digantikan dengan sifat-sifat yang baik. Orang yang konstruktif tidak
hanya menjadikan diri sendirinya lebih baik, tetapi keadaan sekitarnya juga,
karena ia selalu berusaha untuk membangun hal-hal positif dan memperbaiki
kekurangan yang ada.
Kami dibagi menjadi empat kelompok dan kemudian dikasih
lihat suatu foto yang menggambarkan pemukiman kumuh di pinggir sungai. Terdapat
juga jamban-jamban yang mengapung di atas sungai itu. Perintah pertama yang diberikan adalah
"Identifikasi masalah yang terdapat pada gambar tersebut."
Semua kelompok menemukan banyak masalah yang ikut memicu dan
memengaruhi kondisi tersebut, seperti kemiskinan, ledakan penduduk, urbanisasi,
kurang baiknya tata kota dan penertiban, kurangnya pengetahuan akan lingkungan
dan kesehatan, dan lain-lain. Lalu, kami disuruh untuk memilih dan fokus pada
satu masalah saja dan mencari sebanyak mungkin solusi untuk masalah tersebut,
baik yang sudah ada maupun yang tidak ada, baik yang mungkin maupun yang tidak
mungkin.
Solusi-solusi tersebut kemudian dikategorikan menjadi empat:
Kategori 1: Belum ada dan tidak mungkin dilakukan
Kategori 2: Sudah ada tapi tidak mangkus (efektif) dan
sangkil (efisien)
Kategori 3: Sudah ada tapi masih perlu dimodifikasi agar
bisa efektif
Kategori 4: Belum ada dan sangat visible atau mungkin untuk
dilakukan
Khusus untuk Kategori 4, solusi yang ditemukan harus
digambarkan atau dibentuk menjadi bagan.
Kelompok saya memilih untuk membahas masalah “Tata kota yang
buruk dan kurangnya penertiban mengakibatkan munculnya pemukiman kumuh yang
mencemari lingkungan”. Hal tersebut sangat penting, karena jika kita konsisten
terhadap blueprint tata kota, maka bisa jadi kota kita akan lebih rapi dan
tidak akan terdapat pemukiman-pemukiman seperti ini yang semestinya tidak ada.
Selain itu, tanpa adanya penertiban, orang dapat membangun pemukiman seenaknya
tanpa memikirkan jangka panjangnya. Seharusnya penertiban dilaksanakan dengan
baik, agar masalah seperti ini tidak ada lagi. Hasil diskusi kami membuahkan
beberapa solusi, di antaranya sebagai berikut:
Kategori 1:
Pengusiran warga dan perobohan pemukiman
Kategori 2: Peraturan yang mengatur peruntukan lahan
Kategori 3: Pemberian pembinaan yang berbasis lingkungan
(harus lebih sering dan dengan metode yang lebih sesuai)
Kategori 4: Relokasi warga ke lahan terpadu yang terdiri
dari rumah susun, sekolah terpadu, puskesmas, pasar tradisional, taman bermain,
dan pusat pengolahan limbah
Kami menggambarkan denah dari lahan terpadu tersebut, yang
mana di tengah-tengahnya terdapat rumah susun yang berbentuk simbol plus (+). Diharapkan
rumah susun tersebut dapat memuat 100 kamar. Di atap rumah susun tersebut,
terdapat rooftop garden yang juga dapat digunakan untuk membudidayakan
tanaman-tanaman seperti sayur-sayuran. Di keempat sudut lahan terpadu tersebut,
terdapat sekolah terpadu (SD, SMP, SMA) dan PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini),
puskesmas, pasar tradisional di mana warga dapat mencari penghasilan dengan
berdagang sekaligus mencari kebutuhan sehari-harinya (makanan, baju, dll.), dan
taman bermain yang hijau di mana anak-anak bisa bermain. Di luar ‘kompleks’
tersebut, terdapat juga pusat pengolahan limbah di mana warga dapat menukar
sampahnya dengan uang. Dengan begitu, diharapkan warga tidak akan membuang
sampahnya sembarangan.
Setelah selesai berdiskusi, Kelompok 2 maju untuk
mempresentasikan hasil perundingan kelompok di depan yang lain. Mereka membahas
masalah kemiskinan dan penghasilan yang kurang. Solusi utama yang mereka
pikirkan adalah mengundang investor baik dalam negeri maupun luar negeri untuk
berinvestasi dalam pasar apung wisata. Ini akan menambah lapangan kerja
sekaligus meningkatkan penghasilan warga. Setelah itu, giliran kelompok saya
yaitu Kelompok 1 untuk maju. Kelompok 3 dan 4 tidak sempat presentasi karena
keterbatasan waktu. Sebelum pulang, kami ditugaskan untuk upload hasil diskusi
tersebut ke blog, khususnya solusi-solusi yang ditempatkan di Kategori 3 dan
Kategori 4.
Di blog, dapat dibaca bahwa ternyata Kelompok 3 mempunyai
ide untuk memindahkan ibu kota dan lahan kerja ke daerah lain di Indonesia,
sedangkan Kelompok 4 memiliki ide yang mirip dengan kelompok saya yaitu dengan
membangun rumah susun.
Semua hasil diskusi tersebut saya rasa telah mengaplikasikan
pola pikir K3, yang ternyata sangat membantu dalam menganalisis masalah.
Nama: Asanilta Fahda
NIM: 16513321
No comments:
Post a Comment