Social Icons

Thursday, August 22, 2013

Resume K3 (Asanilta Fahda)

Pada hari Rabu tanggal 21 Agustus 2013, sepulang dari SSDK (Strategi Sukses di Kampus), Kelompok 130 berkumpul semua di rumah Dito di Cisitu. Di sana, selain ber-hahahehe dan saling mengenal satu sama lain dengan lebih akrab, kami juga diberikan materi oleh para kak taplok, yaitu Pola Pikir K3. Yang dimaksud dengan K3 di sini adalah Kritis, Kreatif, dan Konstruktif--ketiga sifat yang diharapkan bisa dimiliki semua siswa ITB dalam menganalisis suatu masalah.
Kritis berarti kita memperhatikan lingkungan di sekitar kita dan bisa menganalisis masalah-masalah yang terdapat di dalamnya, beserta dengan penyebab dan akibat yang ditimbulkan masalah tersebut. Mahasiswa yang kritis tidak menerima segala hal dengan mentah-mentah, tetapi mereka melihat apa yang sebaiknya diubah dan diperbaiki darinya.
Kreatif adalah kemampuan untuk berpikir “out of the box” dan keinginan untuk berkarya. Kreativitas datang dari daya imajinasi yang kuat dan pemikiran yang luas, dan sifat ini sangat diperlukan untuk bisa berinovasi atau menciptakan hal-hal serta solusi-solusi yang sebelumnya tidak terpikirkan.
Konstruktif artinya membangun atau memperbaiki. Sikap konstruktif dapat diaplikasikan pada semua sifat kita yang lain, sehingga sifat-sifat yang baik dibangun menjadi makin baik dan sifat-sifat yang buruk dapat digantikan dengan sifat-sifat yang baik. Orang yang konstruktif tidak hanya menjadikan diri sendirinya lebih baik, tetapi keadaan sekitarnya juga, karena ia selalu berusaha untuk membangun hal-hal positif dan memperbaiki kekurangan yang ada.
Kami dibagi menjadi empat kelompok dan kemudian dikasih lihat suatu foto yang menggambarkan pemukiman kumuh di pinggir sungai. Terdapat juga jamban-jamban yang mengapung di atas sungai itu.  Perintah pertama yang diberikan adalah "Identifikasi masalah yang terdapat pada gambar tersebut."
Semua kelompok menemukan banyak masalah yang ikut memicu dan memengaruhi kondisi tersebut, seperti kemiskinan, ledakan penduduk, urbanisasi, kurang baiknya tata kota dan penertiban, kurangnya pengetahuan akan lingkungan dan kesehatan, dan lain-lain. Lalu, kami disuruh untuk memilih dan fokus pada satu masalah saja dan mencari sebanyak mungkin solusi untuk masalah tersebut, baik yang sudah ada maupun yang tidak ada, baik yang mungkin maupun yang tidak mungkin.
Solusi-solusi tersebut kemudian dikategorikan menjadi empat:
Kategori 1: Belum ada dan tidak mungkin dilakukan
Kategori 2: Sudah ada tapi tidak mangkus (efektif) dan sangkil (efisien)
Kategori 3: Sudah ada tapi masih perlu dimodifikasi agar bisa efektif
Kategori 4: Belum ada dan sangat visible atau mungkin untuk dilakukan
Khusus untuk Kategori 4, solusi yang ditemukan harus digambarkan atau dibentuk menjadi bagan.
Kelompok saya memilih untuk membahas masalah “Tata kota yang buruk dan kurangnya penertiban mengakibatkan munculnya pemukiman kumuh yang mencemari lingkungan”. Hal tersebut sangat penting, karena jika kita konsisten terhadap blueprint tata kota, maka bisa jadi kota kita akan lebih rapi dan tidak akan terdapat pemukiman-pemukiman seperti ini yang semestinya tidak ada. Selain itu, tanpa adanya penertiban, orang dapat membangun pemukiman seenaknya tanpa memikirkan jangka panjangnya. Seharusnya penertiban dilaksanakan dengan baik, agar masalah seperti ini tidak ada lagi. Hasil diskusi kami membuahkan beberapa solusi, di antaranya sebagai berikut:
Kategori  1: Pengusiran warga dan perobohan pemukiman
Kategori 2: Peraturan yang mengatur peruntukan lahan
Kategori 3: Pemberian pembinaan yang berbasis lingkungan (harus lebih sering dan dengan metode yang lebih sesuai)
Kategori 4: Relokasi warga ke lahan terpadu yang terdiri dari rumah susun, sekolah terpadu, puskesmas, pasar tradisional, taman bermain, dan pusat pengolahan limbah
Kami menggambarkan denah dari lahan terpadu tersebut, yang mana di tengah-tengahnya terdapat rumah susun yang berbentuk simbol plus (+). Diharapkan rumah susun tersebut dapat memuat 100 kamar. Di atap rumah susun tersebut, terdapat rooftop garden yang juga dapat digunakan untuk membudidayakan tanaman-tanaman seperti sayur-sayuran. Di keempat sudut lahan terpadu tersebut, terdapat sekolah terpadu (SD, SMP, SMA) dan PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini), puskesmas, pasar tradisional di mana warga dapat mencari penghasilan dengan berdagang sekaligus mencari kebutuhan sehari-harinya (makanan, baju, dll.), dan taman bermain yang hijau di mana anak-anak bisa bermain. Di luar ‘kompleks’ tersebut, terdapat juga pusat pengolahan limbah di mana warga dapat menukar sampahnya dengan uang. Dengan begitu, diharapkan warga tidak akan membuang sampahnya sembarangan.
Setelah selesai berdiskusi, Kelompok 2 maju untuk mempresentasikan hasil perundingan kelompok di depan yang lain. Mereka membahas masalah kemiskinan dan penghasilan yang kurang. Solusi utama yang mereka pikirkan adalah mengundang investor baik dalam negeri maupun luar negeri untuk berinvestasi dalam pasar apung wisata. Ini akan menambah lapangan kerja sekaligus meningkatkan penghasilan warga. Setelah itu, giliran kelompok saya yaitu Kelompok 1 untuk maju. Kelompok 3 dan 4 tidak sempat presentasi karena keterbatasan waktu. Sebelum pulang, kami ditugaskan untuk upload hasil diskusi tersebut ke blog, khususnya solusi-solusi yang ditempatkan di Kategori 3 dan Kategori 4.
Di blog, dapat dibaca bahwa ternyata Kelompok 3 mempunyai ide untuk memindahkan ibu kota dan lahan kerja ke daerah lain di Indonesia, sedangkan Kelompok 4 memiliki ide yang mirip dengan kelompok saya yaitu dengan membangun rumah susun.
Semua hasil diskusi tersebut saya rasa telah mengaplikasikan pola pikir K3, yang ternyata sangat membantu dalam menganalisis masalah.

Nama: Asanilta Fahda
NIM: 16513321



No comments:

Post a Comment